Pada Sabtu, (09/11/2024) Program Studi S1 Ilmu Hukum Ngudi Waluyo Semarang telah menyelenggarakan kegiatan Seminar Hukum Kesehatan dengan tema: Patient’s safety dalam pelayanan medis di rumah sakit. Acara ini diadakan secara luring dan daring serta dihadiri oleh seluruh mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hukum Ngudi waluyo, mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hukum UNDARIS Semarang serta mahasiswa magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Widya Gama Malang.
Sejalan dengan pilar ketiga SDGs yang berfokus pada penjaminan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua individu di semua usia, Seminar Hukum Kesehatan dengan tema “Patient’s safety dalam pelayanan medis di rumah sakit bekerjasama dengan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Jawa Tengah bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya diagnosis yang akurat dan tepat dalam rangka mengidentifikasi tantangan dan best practice dalam menjamin diagnosis yang tepat di fasilitas Kesehatan primer dan rumah sakit untuk menjamin keselamatan dan keesejahteraan pasien yang optimal.
Acara seminar diawali dengan Keynote speaker dan juga sambutan sekaligus membuka acara oleh Prof. Dr. Subyantoro, M.Hum selaku Rektor Universitas Ngudi Waluyo. Beliau memaparkan bahwa acara seminar hukum kesehatan ini sebagai bagian untuk memeringati Hari Keselamatan Pasien Sedunia pada tanggal 17 September 2024 yang lalu. Berkaitan dengan tema tersebut, beliau menambahkan bahwa, dalam skala internasional, World Health Organization (WHO) mengajak kepada semua pihak untuk meningkatkan kesadaran pasien dan juga mendorong Kerjasama antara pasien, tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan Kesehatan juga para regulator serta para pimpinan pelayanan Kesehatan dengan meningkatkan kecepatan diagnosis untuk patient safety. World Health Organization (WHO) juga menekankan bahwa keselamatan pasien (patient safety) sangat bergantung pada ketepatan diagnosa yang tidak hanya benar, tetapi juga harus tepat waktu, guna meningkatkan keselamatan dan hasil perawatan pasien yang optimal.
Masalah keselamatan pasien telah memunculkan paradigma baru dalam kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang baik tidak cukup bagi pasien tanpa memperhitungkan risiko dan faktor keamanan yang mereka hadapi. Tingkat kualitas berbanding lurus dengan tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara risiko dan manfaat terhadap keselamatan pasien. Pada sesi pemaparan materi diawali oleh Dr. Endang wahyati yustina, S.H., M.H, Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Jawa Tengah. Dalam pemaparannya terkait dengan peran pemerintah, Dr. Endang wahyati yustina, S.H., M.H, menjelaskan bahwa Pemerintah sebagai penanggungjawab terhadap perencanaan, pengaturan, penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, melalui UU Ciptaker mengubah aturan di bidang kesehatan seperti penyederhanaan pasal-pasal dalam UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit, jasa pelayanan kesehatan medis tidak dikenakan PPN, pemberian jasa pelayanan kesehatan medis tidak hanya pada tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan, dan mengharuskan rumah sakit melakukan akreditasi setiap tiga tahun sekali. Lebih konkretnya, pemerintah berperan dalam pengaturan praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit, meminimalisir pembuatan kebijakan yang merugikan kepentingan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dan memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar dan mutunya.
Selanjutnya, pada sesi panelis yang kedua berbagi tentang “Tanggung Jawab Rumah Sakit Dalam Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien” oleh Dr. dr. Inge Hartati.,M.Kes selaku Direktur Utama Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang. Beliau menjelaskan bahwa Rumah Sakit ialah lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan layanan kesehatan yang komprehensif untuk individu, yang mencakup layanan rawat inap, rawat jalan, dan penanganan kasus gawat darurat. Dalam memberikan layanan tersebut, rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk memastikan mutu dan keselamatan pasien. Layanan kesehatan yang berkualitas adalah layanan yang aman, diberikan dengan tepat waktu, efisien, efektif, berfokus pada kebutuhan pasien, adil, dan terkoordinasi. Pemenuhan standar mutu layanan di rumah sakit dapat dicapai melalui dua pendekatan, yaitu meningkatkan mutu secara internal dan meningkatkan mutu melalui evaluasi eksternal.
Peningkatan Mutu Internal merujuk pada serangkaian upaya yang dilakukan oleh rumah sakit secara berkala. Ini mencakup penetapan, pengukuran, pelaporan, dan evaluasi terhadap indikator mutu serta pelaporan insiden keselamatan pasien. Peningkatan mutu internal ini dianggap sangat penting bagi rumah sakit karena bertujuan untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan tetap berkualitas. Dengan melakukan langkah-langkah ini secara terus-menerus, rumah sakit dapat terusmemantau dan meningkatkan mutu pelayanannya. Peningkatan Mutu Eksternal (External Continuous Quality Improvement), di sisi lain, adalah bagian dari upaya keseluruhan rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanannya. Ini melibatkan beberapa kegiatan, seperti perizinan, sertifikasi, dan akreditasi. Dengan mengikuti proses-proses ini, rumah sakit dapat mendapatkan pengakuan dari pihak eksternal bahwa mereka memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Peningkatan mutu eksternal membantu memastikan bahwa rumah sakit beroperasi sesuai dengan pedoman dan standar yang telah ditetapkan oleh lembaga pihak ketiga.
Selanjutnya, pada sesi panelis yang ketiga berbagi tentang “Hubungan Hukum Antara Dokter, Pasien Dan Rumah Sakit” oleh Dr. Hj. Endang Kusuma Astuti.,S.H., M.Hum selaku Dosen Progdi S1 Ilmu Hukum Universitas Ngudi Waluyo Semarang. Beliau menjelaskan bahwa Hubungan dari rumah sakit, dokter, dan pasien bahkan perawat menjadi suatu hubungan seperti benang kusut jika setiap komunikasi tidak disajikan dengan sempurna. Hal pertama yang menjadi respon dari pasien baik ketika datang ke rumah sakit dan ketidak siapan dari manajemen rumah sakit atupun dokter yang tidak dapat menyampaikan tujuan dari informasi yang disampaikan dokter maka muncul komplain sebagai reaksi pasien. Komplain pasien kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang terjadi semestinya bisa dihindari ataupun dihadapi dengan beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan, dari sisi rumah sakit dapat memastikan sudah memiliki regulasi internal yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan referensi lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga terbentuknya Hospital By Law serta Standar Prosedur Operasional, aturan terkait pasien dan dokter serta tenaga kesehatan perlu disosialisasikan dengan berbagai metode, antara lain pemasangan stiker informasi, surat edaran internal dan rapat-rapat yang diselenggarakan rumah sakit.
Selanjutnya, pada sesi panelis yang keempat berbagi tentang “Informed Concent Dalam Perlindungan Hukum Kepada Pasien” oleh Dr. drg. Hargianti Dini Iswandari., M.M selaku Dosen Progdi S1 Ilmu Hukum Universitas Ngudi Waluyo Semarang. Beliau menjelaskan bahwa Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik ialah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Persetujuan serta Penjelasan tindakan medis yang akan dilakukan, sekurang-kurangnya meliputi diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, alternatif tindakan lain dan resikonya, resiko dan komplikasi yangmungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, perkiraan biaya.
Diskusi pasca-pemaparan materi membahas beberapa pertanyaan terkait pelayanan kesehatan di rumah sakit dibahas, seperti tingkat pelayanan rumah sakit yang di berikan kepada pasien KIS yang di nilai belum optimal serta masih adanya tindakan diskriminatif terhadap pasien BPJS . dr. Inge juga menekankan perlunya setiap unit kerja di rumah sakit memiliki mitigasi risiko dan memastikan pelaporan insiden secara rutin. Selain itu, Ibu endang kusuma astuti dan ibu hargianti dini iswandari menyoroti pentingnya keterlibatan pasien dan keluarga dalam proses perawatan, dengan mengedepankan komunikasi yang terbuka dan transparan antara tenaga medis dan pasien.
Acara diakhiri dengan sesi sesi penyerahan cinderamata dan penutupan. Diharapkan seminar ini dapat mendorong kolaborasi berkelanjutan antara seluruh pihak untuk meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas layanan Kesehatan yang lebih optimal.
Muhamad Latif, S.Sy., MH & Tim redaksi